Mass Collaboration Untuk Bersaing Secara Global

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Dalam bukunya Wikinomic, Don Tapscott menulis dengan berbagai perkembangan teknologi dan munculnya fenomena global brain, wisdom of crowd maka untuk dapat bertahan perusahaan harus dapat mengadopsi fenomena tersebut melalui kolaborasi secara global yang menurutnya dapat di bagi menjadi beberapa cara.

  1. Peer production, peer production berarti berkolaborasi dengan sesama (peer) untuk membuat sesuatu. Bentuk kerjasama ini bisa berupa proyek outsourcing yang sudah teruji separti yang di lakukan Linus Torvald dalam mengembangkan Linux atau yang dilakukan oleh Mozilla dengan browser fire Foxnya. Pada level korporat IBM melakukannya dengan menggandeng komunitas opensource, untuk menciptakan operating system deserver-servernya.
  2. Ideagora, Don menggunakan istilah Ideagora untuk merujuk bahwa saat ini perusahaan dapat memanfaatkan otak-otak genius diluar perusahaan untuk kepentingan perusahaan. Cara-cara yang dilakukan kurang lebih bisa seperti P&G yang memanfaatkan jasa Innocentive untuk mencari ide yang bagus untuk memanfaatkan paten-paten perusahaan yang belum di manfaatkan. Atau bisa seperti Starbuck, dalam mencari ide minuman Starbuck baru melalui websitenya. Begitu juga yang dilakukan Dell melalui webnya Ideastorm.
  3. Prosumers, produsen konsumen, dimana konsumen dapat menjadi produsen yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Prosumers ini merupakan efek langsung dari berkembangnya trend consumer generated content, dimana sebagian besar content (dalam hal web content inilah yang di jual) dibuat oleh consumer. Ini terjadi terutama dalam situs social network seperti flickr dimana foto-foto yang “dijual” untuk di lihat pengunjung site di upload oleh komunitas atau konsumennya flickr, juga Second Life dimana user/consumer dapat meng create benda dalam linkungan virtual second life.
  4. New Alexandria, Internet merupakan satu perpustakaan besar dimana didalamnya banyak informasi dan pengetahuan manusia sepanjang sejarah. Perusahaan seperti Google dan Microsoft saat ini berlomba untuk mendigitalisasikan berbagai buku-buku dari berbagai perpustakaan besar didunia. Google bahkan memiliki visi untuk mengorganisasikan informasi dunia. Sumber daya yang besar ini merupakan peluang bagi siapapun yang dapat memanfaatkannya. Aspek lain dari tren ini ialahperkembangan pengetahuan secara collaborative seperti yang dilakukan konsorsium perusahaan farmasi besar untum memetakan genom manusia.
  5. Open Platform, untuk meningkatkan proses pengembangan yang cepat dan murah beberapa perusahaan membuka platform produk atau aplikasinya sehingga pihak luar dapat mengembangkan sendiri aplikasi yang pada akhirnya akan menguntungan sang pemilik platform. Seperti yang dilakukan facebook, ditahun 2003 facebook memutuskan untuk membuka platformnya bagi developer luar dan facebook juga mengijinkan para developer itu mendapatkan revenue baik dari penjualan CPC atau CPM, hasilnya ribuan platform dikembangan dan akhibatnya user experience facebook meningkat dan para user berdatangan mendaftar.
  6. Global Manufacture, jaman dimana perusahaan melakukan segalanya sendiri telah berakhir. Diawali oleh trend outsourcing, offsourcing saat ini perusahaan besar seperti Boeing dan BMW tidak lagi melakukan segalanya sendiri. Dalam era outsourcing, perusahaan yang memberi pekerjaan memberikan gambar desain yang detail yang harus di ikuti oleh perusahaan outsourcenya. Namun dalam era global manufacture  ini, sang perusahaan outsource berubah menjadi partner, dalam pengertian, mereka turut dilibatkan mulai dari awal perencanaan produk, desain produk, dan turut menentukan proses serta kualitas produk. Dengan demikian perusahan induk dapat lebih mengoptimalkan ekosistem perusahaan dan partner-partnernya.
  7. Wiki Workspace,  Kolaborasi tidak hanya antara internal perusahaan dengan external perusahaan. Bahkan didalam internal perusahaan juga dapat terjadi kolaborasi yang konstruktif. Misalkan saja bagaimana membangun knowledge database pemecahan masalah customer dapat dibangun dengan menggunakan Wiki, sebuah medium yang dapat di edit bersama-sama secara demokratis. Pengertian lain Wiki workspace ini ialah implikasi pada proses collaboration dalam berbagai proses internal perusahaan seperti komunikasi, evaluasi proyek. Trend ini diperkuat juga dengan semakin banyaknya orang yang bekerja dari rumah.

Demikian beberapa hal yang dibahas Don dalam bukunya.

Data, Senjata Baru Marketer

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Dalam perencanaan program marketing yang konvensional, pengukuran efektifitas program dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan seperti:

  1. Peningkatan Penjualan, parameter yang paling disukai ialah peningkatan penjualan dihubungkan dengan program pemasaran yang dilakukan. Perhitungan sederhananya berapa dana telah dikeluarkan, berapa peningkatan sales yang terjadi. Namun pendekatan ini memiliki banyak kelemahan karena kadang ada time lag antara promosi dan result tidak langsung terjadi, dan juga (menurut marketer) sukses promosi tidak hanya diukur dengan penjualan langsung yang terjadi, namun juga investasi terhadap Brand yang dibangun. Diharapkan dalam jangka panjang Brand yang kuat akan menjamn cash flow yang lancer.
  2. Market Research, dengan melalui berbagai data research yang di provide oleh konsultan research perusahaan dapat melihat pergerakan awareness produk secara umm, dan secara spesifik seperti apakan message telah tersampaikan? Berapa persen dari target market  telah aware terhadap produk. Market research ini berbagai macam dan mengukur berbagai hal mulai dari rating acara TV hingga Top of mind dari brand tertentu. Permasalahannya ialah biaya yang relative mahal dan evaluasi terhadap program dilakukan secara intermittent dalam periode tertentu atau di akhir program, selain akurasi yang kadang di ragukan jika menggunakan konsultan research yang kurang terkenal.
  3. Brand Equity, kadang untuk produk baru tingkat pengembalian bisa di ukur dengan melihat peningkatan brand equity dari suatu merek. Brand Equity ini terdiri dari awareness, perceive value, association, loyalty dan lain-lain yang berhubungan dengan Brand. Tentu saja evaluasi juga dilakukan melalui market research.

Ok, evaluasi secara total dapat dilakukan namun perusahaan harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk membayar konsultan market research dan biasanya dilakukan diakhir period

Sekarang ditengah majunya teknologi informasi dan komunikasi, marketer mendapat senjata baru yang memerlukan paradigm baru dalam melihat data. Dunia digital menawarkan data-data yang sangat akurat dan terukur untuk setiap aktifitas marketing di media online. Mulai dari pageview, jumah visit, lamanya visit, konten yang banyak diakses, berapa anggota komunitas brand, apa yang mereka bicarakan, apa yang mereka kritik, apa saya yang mereka akses dengan usaha yang tidak terlalu banyak bisa didapat.

Bahkan tingkat buzz bisa diukur dengan menghitung jumlah posting dan comment serta visitor terhadap issue tertentu, situs seperti Digg dan Technorati bisa memberikan buzz matrics yang akurat berdasarkan database mereka. (Untuk Indonesiatentunya kita perlu meletakannya dalam konteks)

Dalam media digital Beberapa hal mengenai data berubah:

  1. Data dapat diperoleh dengan seketika dan setiap saat atau realtime, sehingga evaluasi dapat dilakukan kapan saja. Keuntungannya ialah jika ada penyimpangan dapat langsung di perbaiki tanpa harus menunggu program marketing selesai.
  2. Data bisa langsung di jadikan parameter sukses tidaknya suatu program marketing secara terukur. Tingkat ROI bisa di hitung dengan mengkonversi data yang didapat dengan cost yang seharusnya timbul. Misal biaya akuisisi customer secara konvensional dapat dijadikan patokan dalam menghitung akuisisi di online community. Transparannya data disatu sisi memberi tekanan besar pada marketer untuk semakin efektif dan efisien dalam membuat program (tidak ada tempat menghindar lagi) namun disisi lain menjadi pendukung yang efektif dalam pengajuan budget di awal tahun.
  3. Data akan menjadi dasar dan pondasi dalam marketing. Hal ini termasuk dalam merencanakan program marketing kedepan, dalam menemukan program yang cocok, dalam mengembangkan produk, dalam mengevaluasi penjualan, evaluasi program marketing dst. Data akan menjadi Lifeblood dari marketing kedepan. Kurang lebih mirip dengan data rating yang selalu men-drive ad placement di TV saat ini, namun dilakukan dalam konteks yang lebih luas.

Demikian beberapa perubahan yang akan terjadi, so marketer kedepan akan lebih rasional, lebih terukur dan kredibel. Saran untuk sekolah Bisnis dengan focus marketing, pengembangan kemampuan (skill) kreatifitas, berhitung, komunikasi dan nalar analytic harus menjadi basic kurikulum disamping mata pelajaran lain yang bersifat knowledge.

The World is Flat

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Sebuah buku dari Thomas Friedman berjudul The world is Flat mengungkapkan bahwa jaman sekarang ini dunia menjadi semakin datar dalam pengertian berbagai hal yang terjadi akhir-akhir ini membuat lapangan “pertandingan” bisnis menjadi lebih seimbang. Beberapa hal yang mendorong pendataran dunia:

  1. Fall of the Berlin Wall, menandai akhir era perang dingin membuat pengkotak-kotakan dunia menjadi runtuh.
  2. Netscape IPO, menandai awal era internet.
  3. Work flow software, menandai masukkan era connectivity dan interactivity dengan di terapkannya berbagai protokol yang memungkinkan global work flow.
  4. Open-sourcing, banyaknya progam yang dibangun berdasarkan opensource membuat harga-harga software menjadi sangat terjangkau oleh banyak kalangan.
  5. Outsourcing, trend outsourcing di perusahaan-perusahaan besar dunia yang meng-outsource business processnya yang bukan merupakan core usahanya ke pihak lain mendorong interconnectivity secara global.
  6. Offshoring, demikian juga offshoring dimana perusahaan Amerika dan Eropa memindahkan bukan hanya sebagian dari business procesnya melainkan seluruh unit produksinya ke negera lain semakin membuat hubungan industrial global merata.
  7. Supply-chaining, perusahaan seperti WallMart atau Carrefour memiliki supply chain management yang mengglobal untuk mengisi ribuan tokonya dengan ratusan ribu produk-produk dari berbagai negeri. sehingga terciptalah pasar global dimana perusahaan kecil di negara berkembangpun bisa turut menjual ke perusahaan raksasa dengan akses yang tepat.
  8. Insourcing, jika outsourcing sifatnya business process yang di lempar keluar, dalam insourcing ada pihak luar yang di ajak kedalam untuk menangani proses bisnis tertentu.
  9. In-forming, booming informasi seiring dengan perkembangan berbagai teknologi informasi dan komunikasi mendorong kemudahan komunikasi global yang mendorong proses pendataran dunia.
  10. Wireless, teknologi wireless membuat mobilitas meningkat baik ditingkat lokal ataupun global.

Dalam bahasanya sendiri Thomas Friedman menulis dalam bukunya:

“the world is becoming flat. Several technological and political forces have converged, and that has produced a global, Web-enabled playing field that allows for multiple forms of collaboration without regard to geography or distance - or soon, even language.”

Pendataran dunia ini berimplikasi bahwa pengusaha-pengusaha di negara berkembang seperti Indonesia, bila tahun cara memanfaatkan berbagai fasilitas yang ditawarkan teknologi baru akan dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha dari luar negeri.

Sebagai contoh, Singapore merupakan negara pengekspor ikan hias terbesar di dunia. Pastinya ikan hias itu berasal dari berbagai negara dan salah satunya pasti Indonesia. pengusaha di sana bertindak sebagai trader yang menghubungkan pembeli di Eropa atau Amerika dengan petani/peternak ikan hias. Dengan teknologi sekarang ini dimungkinkan sang peternak/petani berhubungan langsung dengan buyer sehingga meniadakan intermediasi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan seiring dengan semakin datarnya dunia ialah:

  1. Komunikasi ke seluruh dunia yang semakin murah dan mudah. Pengusaha kita dapat bersaing dengan pengusaha global, paling tidak theorinya bisa seperti itu.
  2. Akses buyer secara langsung di pasar utamanya. Ini bisa terjadi baik di dunia B2B ataupun di B2C. Pengerajin di Bantul Jogja bisa menjual produknya langsung pada pembeli di Amerika atau Eropa bila terjadi saling percaya.
  3. Persaingan memperolah makna baru karena ketika kita membuat produk maka kita harus berfikir untuk bersaing dalam lingkup yang lebih global. Walau beberapa produk bisa memanfaatkan keunggulan lokasi,  namun dengan berkembangnya sistem logistik global perbedaan ini semakin kecil. contohnya buku dari luar negeri mungkin bisa di beli dengan harga yang lebih murah melalui Amazon.com dibanding di toko buku setempat.
  4. Diferensiasi, core value produk atau service yang didukung oleh core competency perusahaan harus semakin kuat. Diferensiasi produk harus jelas dan tegas sehingga dapat bersaing secara global.
  5. Online presence mencerminkan kredibilitas dan bonafiditas dari perusahaan. perusahaan besar dapat terlihat buruk bila memiliki website yang buruk, sebaliknya perusahaan yang kecil dapat terlihat profesional dan kredibel karena memilik situs yang baik.
  6. Information leverage informasi dapat tersebar dengan cepat sehingga dengan pendekatan yang benar, dengan menggunakan tools yang tersedia secara online, dengan biaya minim kita dapat mendapatkan eksposur yang luar biasa besar.

Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan. Tentunya masih banyak hal yang belum tercantum dan akan berubah seiring dengan proses pendataran dunia ini.

Customers are in Control

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Dimulai dari remote control yang sederhana kekuatan konsumen bertambah sedikit demi sedikit hingga saat ini di era digital kekuasaan konsumen mencapai puncaknya. Saat ini kemampuan marketer untuk mengkomunikasikan iklan-iklan atau pesan-pesannya tidak lagi seperti sebelumnya. Beberapa hal yang mendukung shifting power ke konsumen diantaranya:

  1. Easy to Compare Price/Product, Internet membuat konsumen dengan mudah dapat membanding-bandingkan harga antara satu toko dengan toko lain, bahkan ada situs-situs yang khusus untuk melakukan fungsi ini.
  2. Rating dan review oleh sesama konsumen telah membantu konsmen mendapatkan akses informasi yang lebih membumi.
  3. Remote Control, Dengan remote control konsumen dapat memilih untuk menonton iklan atau tidak. bahkan di Amerika sudah umum orang memiliki DVR atau Tivo yang memungkinkan mereka melakukan time shifting untuk menikmati acara TV tertentu.
  4. Pop Up Blocking, Saat browsing di Internet konsumen sudah memasang fitur banner pop up blocking yang secara efektif mengurangi keefektifan disply banner yang berbasis pop up window.
  5. Groundswell, Fenomena social di Internet dan perkembangan social media membangkitkan kekuatan konsumen melalui penyebaran informasi yang tidak lagi tergantung pada media konservatif. Charlene Lee menyebutnya Groundswell. Terbukti kekuatan ini bisa mengalahkan kekuatan PR perusahaan-perusahaan besar.
  6. Option In, Begitu banyak iklan dan barang, yang ditawarkan sehingga filtering dilakukan oleh konsumen dengan memblok info-info yang tidak di inginkannya ata tidak menarik buat dirinya. Dalam hal ini info yang dikirimkan begitu saja akan di anggap spam, marketer harus menggunakan option In atau harus mendapat ijin dari customer agar bisa menyampaikan pesannya.

Broadcast vs Addressible

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Kita terbiasa dengan model promosi atau iklan broadcast, sehingga sering di sebut mass media, sifatnya satu arah dan tidak terarah, karena dipancarkan kesemua arah dan “tidak peduli” apakah informasi yang dipancarkannya diterima, di lihat atau tidak. Organisasi seperti Nielsen yang membuatnya jadi make sense bahwa broadcast itu ternyata di lihat loeh, atau di dengar loeh, dst.

Kehadiran digital media mengubah secara mendasar filosofi ini. Dalam digital media seperti internet setiap konsumen mengakses melalui PC/Laptop yang memiliki IP tertentu, Dalam dunia mobile juga ada no Hp yang unik untuk setiap device. no dan alamat yang unik inilah yang di sebut addressible, artinya secara teknologi dimungkinkan untuk seorang marketer menyasar segment yang extreme seperti segment of one.

Namun jangan salah mengartikan bahwa digital media ini tidak menjangkau khalayak luas, saat ini dengan pengguna internet di Indonesia yang sekitar 25 juta, Internet bisa dikatakan sebagai mass media,…. mass media of one.

Peralihan karakter media ini yang membawa efek lainnya seperti kontekstual advertising, behavioral ad dst.

Content VS Conversation

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Diawal perkembangan Internet, tepatnya diawal kebangkitan web B2C di amerika konten menjadi raja, content is the king katanya. Web-web yang sukses mengembangkan webnya fokus pada penyediaan konten yang menarik dan hebat.

Dalam masa masa web 2.0 dimana web-web yang berkembang pesat ialah web social network yang di dasari atas user generated content, value dari web dibangun berdasarkan konsep co-creation. disini konten tetap menempati posisi yang penting dalam membangun value suatu website, namn fungsi konten disini lebih sebagai bahan pembicaraan atau diskusi atau conversation. So konten tidak lagi menjadi raja, namun lebih seperti pemerintahan demokrasi yang mewadahi proses conservation oleh para user.

Web baru yang baru seperti facebook, Linkedin di value diatas 1 milyar dolar, dan kalau dilihat value sebesar itu dibangun dari para penggunanya/user.

So, content vs conversation….. who is the winner?

Digital?

Theory Post by: brahmastagi 1 Comment »

Apasih yang dimaksud digital? saya rasa semua orang memiliki semacam perasaan tahu apa itu digital tapi apa tepatnya digital itu? dalam Wikipedia, dijelaskan:

A digital system uses discrete (that is, discontinuous) values to represent information for input, processing, transmission, storage, etc. By contrast, non-digital (or analog) systems use a continuous range of values to represent information. Although digital representations are discrete, the information represented can be either discrete, such as numbers, letters or icons, or continuous, such as sounds, images, and other measurements of continuous systems.

jadi intinya adalah menggunakan value discreate (putus-putus) untuk menyatakan suatu informasi tertentu. Saat ini istilah digital sering di asosiasikan dengan penggunaan kode binary dalam komputer dan peralatan elektronik lainnya. namun dengan melihat definisi diatas maka sebenarnya banyak lagi hal yang bisa di sebut digital diantaranya, Kode asap orang indian kuno, kode morse, braile, kode DNA, bahkan kode bendera Semaphore juga bisa dibilang digital.

Namun tentu saja dalam blog ini digital yang dimaksud ialah penggunaan kode binary dalam teknologi informasi, komputer dan elektronik. Dengan membatasi ini saja kita masih harus berfikir batasan-batasan tertentu seperti, device apa saja yang bisa dikategorikan digital, apakah misal lemari es yang bisa terkoneksi ke internet bisa di sebut digital device?

Berikut ini adalah definisi digital device and media menurut saya.

Digital Device ialah alat yang fungsi utamanya digunakan untuk mengambil (capture), menampilkan (showing), menyimpan (saving), mengolah (processing), dan mewadahi interaksi dari suatu informasi atau data tertentu berdasarkan kode digital binary. termasuk di dalamnya ialah:

Interactive Device:

  1. Komputer Desktop, laptop, Palm Top, tablet PC, dst
  2. PDA (Personal Data Assistance)
  3. Cellular phone, Smart phone
  4. Game consule
  5. Game portable, NDS, PSP, Game boy
  6. Digital paper
  7. Calculator
  8. Digital television

One way digital device:

  1. GPS Modem/handheld
  2. Digital Bilboard
  3. Digital paper
  4. Digital Watch
  5. Digital television
  6. Digital projector
  7. Digital frame
  8. MP3 player, ipod, etc

Digital Capture device:

  1. Photo Camera Digital
  2. Video Camera Digital
  3. Scanner
  4. Digital sensor

Digital to other medium

  1. Printer digital
  2. Fax digital

Digital Storage

  1. CD
  2. Memory Card
  3. External HD

Selain itu saya membagi apa yang saya sebut digital application

  1. Internet
  2. Intranet
  3. Mobile content
  4. Mobile based software
  5. Game software
  6. Desktop software
  7. ERP software

Demikian pembagian dan pengertiannya, paling tidak menurut saya.

bagaimana menurut Anda?

Internet: Media Untuk Bercerita

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Seth Godin dalam bukunya All Marketers are Liars memandang bahwa proses marketing ialah proses bercerita, bagaimana pemasar membuat cerita-cerita yang sesuai dengan pola pikir konsumen dengan tujuan agar konsumen mempercayai cerita tersebut yang menyebarkannya sebagai cerita mereka sendiri. Dalam proses ini dijelaskan saat konsumen mendengar cerita-cerita yang disampaikan, mereka akan meresponnya sesuai dengan pola pikir mashing-masing dan sekali konsumen sudah menetapkan kesan terhadap cerita tersebut, maka akan susah mengubahnya, karena yang terjadi kemudian konsumen cenderung melihat, mendengarkan atau mengungkapkan fakta yang sesuai dengan apa yang diyakininya.

Jadi kuncinya, pemasaran menurut buku ini bukanlah membuat produk, menganalisa segmen, memilih target dan mempromosikannya melalui berbagai media, namun lebih pada bagaimana pemasar membuat cerita yang autentik yang dapat diterima dan tersebar di masyarakat.

Menarik memang bahwa cerita ini berkembang bisa melalui berbagai media dan dan berbagai pola interaksi. Dalam buku ini juga disebutkan era promosi melalui iklan TV 30 dt atau 60 dt sudah tidak jamannya lagi, saat ini konsumen bersentuhan dengan begitu banyaknya media dan informasi yang dapat mempengaruhi cerita tentang produk yang akan kita pasarkan.

Bagaimana dengan Internet?

Walau memiliki kekurangan dalam hal kontak fisik langsung, media Internet dapat menjadi media yang powerful dalam menyampaikan cerita. Tools-tools seperti blog, widget, flash interactive, dst dapt menjadi elemen bercerita yang bagus, terlebih lagi image suatu produk atau brand dapat dipersonalisasikan sehingga seolah sebagai karakter yang hidup.

Well, dari sudut ini, jika Anda setuju dengan pendapat Seth, saya rasa Anda perlu segera memikirkan web strategi perusahaan Anda karena saat ini dan juga kedepan internet akan menjadi media percakapan (conversation) antara konsumen yang kuat, dimana konsumen berbagi cerita dan pengalaman mengenai berbagai jasa, brand dan produk.

Segmentasi Digital

Online Marketing, Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Dalam dunia marketing sering kali segmentasi di lakukan berdasarkan demografi dimana customer di bagi-bagi dalam besaran-besaran demografi seperti wilayah, umur, penghasilan, pekerjaan dst.

Selain itu, marketing juga kerap membagi segmentasi berdasarkan psikografi dari customer seperti life style, behavior dan interest, dst.

Dalam dunia digital kita perlu menambah segmentasi kita berdasarkan teknologi yang digunakan dan sejauh mana penggunakaannya oleh customer (level of participant) seperti yang ditulis dalam blog berikut yang ditulis oleh Charlene Li.

Dalam laporan yang berjudul “Social Technographics” Charlene Li dari Forrester membagi level of participant dari pengguna internet dalam 6 bagian seperti terlihat digambar dibawah ini.

 participat ladder

Pembagian seperti ini penting terutama ketika marketer ingin membidik pangsa pasar atau merencanakan social strategy karena untuk setiap topik yang ada di internet, untuk setiap situs, pasti memiliki pola yang berbeda-beda. Demikian juga teknologi yang digunakan.

Ekonomi Network

Theory Post by: brahmastagi No Comments »

Tulisan ini diambil dari tulisan oleh Kevin Kelly the Technium,  dalam tulisannya yang berjudul Better than free. Saya mencoba menyadurnya secara bebas menjadi beberapa pokok pikiran penting, dalam bahasa Indonesia ditambah beberapa pemikiran pribadi. Berikut dasar-dasar argumen yang dibawanya:

Internet pada dasarnya ialah mesin fotocopy/penggandaan. Internet menggandakan apa saja dari mulai action, character, pemikiran, musik, video, dll. Digital ekonomi terutama yang berbasis Internet berdiri diatas semua proses penggandaan ini, dan dalam konteks media digital, copy atau penggandaan sering kali tidak hanya murah namun juga free.

Sedemikian cepat dan banyaknya proses copy mengcopy ini sehingga mengutip dari Kevin:

“When copies are super abundant, they become worthless.
When copies are super abundant, stuff which can’t be copied becomes scarce and valuable”

Jadi dalam ekonomi digital ini benda yang berharga ialah sesuatu yang tidak dapat di copy atau di gandakan. Misalkan kepercayaan, nama baik dst. Kevin menggolongkan ada 8 kualitas intangible yang menjadi berharga dalam dunia digital. Dia menyebutnya “generatives” karena valuenya di bangun dari proses generated, grown, cultivated, nurtured, dst.

Ke delapan hal  inilah yang kemungkinan besar akan menjadi dasar dan model bisnis dari perusahaan-perusahaan teknologi dimasa depan.

1. Immediacy
Cepat atau lambat kita mungkin bisa mencari lagu, video atau buku digital di Internet, namun untuk mendapatkannya dengan segera (immediacy) adalah hal lain yang berharga. Contohnya orang banyak pergi ke bioskop rame-rame untuk menonton film yang baru saja diputar. Orang membeli CD yang baru saja di launcing, Buku Hard cover saat diluncurkan juga dapat dijual mahal walau kemungkinan dalam beberapa waktu kedepan akan ada versi digitalnya.

Dalam industry seperti Handphone, terbukti orang rela membayar harga lebih produk Handphone seperti Nokia communicator yang saat launch di set dengan harga tinggi untuk kemudian secara bertahap turun. Waktu Sony Playstation diluncurkan, ratusan orang antri sampai menginap untuk merasakan sebagai pengguna pertamanya. Immediacy ini bisa berlaku dalam berbagai media dan industry.

2. Personalization
Copy mp3 sebuah lagi bisa dicari di Internet secara free, namun andaikata lagu yang sama di aranser ulang khusus untuk selera Anda, Anda mungkin akan membayar mahal untuknya. Buku atau Video yang free dapat dibuat value tambahan melalui proses personalisasi ini. Contoh lain obat flu tentunya tidak mahal, namun memesan obat flu yang secara khusus di design untuk DNA seseorang dapat bernilai sangat tinggi. Personalisasi tidak dapat di copy karena melibatkan interaksi antara konsumen dan pemberi jasa, artsi dan fan, produser dan pengguna. Personalisasi tentunya membutuhkan suatu relationship yang memungkinkan proses personalisasi itu sendiri.

3. Interpretation
Ada lelucon lama yang mengatakan software, free. tapi manualnya, $10,000. Lucu? Saat ini hal itu bukan lagi lelucon/joke. Perusahaan-perusahan seperti  Red Hat, Apache, dan lainnya terutama dalam industry open source menghasilkan revenuenya dari melakukan hal tersebut.
The copy of code, opensource itu  free – dan menjadi berharga hanya melalui support dan guidance. Jadi Informasi dalam bentuk digital memang free namun interpretasi bagaimana menggunakannya, apa saja yang dapat dicapai dengan informasi, analisa dan rekomendasi, manualnya itulah yang mahal dan bernilai.

4. Authenticity 
Sekalipun kita dapat mengcopy sebuat software dengan free, , bahkan jika kita tidak membutuhkan manual atau support, kita tetap perlu memastikan bahwa versi yang di download itu adalah versi yang asli. Dalam dunia fotografi, copy dari foto mungkin bisa didapat di Internet atau dimanapun, namun foto asli yang memiliki tandatangan dari sang fotografer akan bernilai jauh lebih tinggi. Lukisan juga demikian, Lukisan Monalisa yang asli harganya jauh lebih tinggi daripada harga tiruannya. Hal ini terutama berharga bagi mereka yang menamakan dirinya collector.

5. Accessibility
Kepemilikan kadang membawa konsekuensinya sendiri. Kita memerlukan tempat penyimpanan, harus merapikan dan merawatnya. Dalam dunia digital berkita juga harus melakukan back up. Bagi mereka yang tidak memiliki jiwa collector mereka dapat memilih berlangganan pada salah satu portal internet untuk mendengarkan musik apa saja atau menonoton movie apa saja atau bahkan membaca buku apasaja setiap saat. Dibandingkan dengan memiliki filenya sendiri berlangganan seperti ini lebih sederhana dan tidak merepotkan. Kedepan content digital ini akan siap diakses dari PDA’s, Laptop hingga digital TV.

6. Embodiment
Dalam bentuk dasarnya digital copy sebenarnya tidak memiliki tubuh. Kita dapat menampilkan copy dari sebuat file images digital dalam computer, PdA’s, Laptop, LCD screen. Kadang-kada kita menginginkannya dalam bentuk cetak yang indah diatas kertas khusus printing yang membuat warna-warnanya bercahaya. Dalam dunia musik, musik itu sendiri free, kita dapat mencarinya di Internet, namun wujud musik dalam bentuk live performance yang dibawakan penyanyi asli menjadi jauh lebih berharga. Jadi walau file dalam bentuk digital banyak yang free, namun proses perwujudannya dalam berbagai media yang menjadi lebih berharga.
7. Patronage
Kevin Kelly percaya bahwa “audiences WANT to pay creators”. Fans dengan senang hati memberikan penghargaan pada artists, musicians, pengarang sebagai wujud apresiasinya. Namun hal ini harus dilakukan dengan cara yang mudah dan dalam jumlah yang dapat diterima. Sebagai contoh, group Radiohead’s meluncurkan lagu dan membiarkan para fan untuk membayar mereka dengan harga terserah fan untuk free copy yang dapat didownload. Value appreciative yang timbul dalam hal ini ialah $5 per download.

8. Findability
Saat ada jutaan buku, jutaan lagu, jutaan film jutaan aplikasi yang membutuhkan perhatian user, dan kebanyakan bisa didapatkan secara free, unuk dapat di temukan dalam lautan data ini menjadi sangat berharga. Karena harga yang free saat ini tidak lagi menjamin produk atau jasa tersebut dapat ditemukan. Dalam konteks ini webisite yang memiliki konten yang bagus sekalipun akan menjadi tidak berarti jika tidak dapat di temukan oleh target pasarnya.

Kedelapan kualitas diatas membutuhkan keterampilan yang baru. Ekonomi berbasis jaringan seperti ini tidak lagi mengandalkan proses pengcopyan sebagai faktor untuk mendaptkan keuntungan. Melihat ke delapan hal diatas, bisa di lihat kedepan added value tercipta melalui attantion, perhatian, relationship, sesuatu yang baru bagi kita yang terbiasa dengan dunia ekonomi berbasis copy.

WP Theme & Icons by N.Design Studio
Entries RSS Comments RSS Log in